Asal Usul Desa Palasah Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka

 


Di masa kejayaan Kesultanan Cirebon tahun 1529 Masehi, Cirebon banyak menaklukan kerajaan kerajaan kecil disekitarnya seperti daerah Kuningan yang diperintah oleh pengeran Kuningan Adipati Awangga, Rajagaluh oleh Aryakiban, Indramayu oleh Arya Wiralodra yang bergelar Prabu Indra Wijaya yang menyerah pada  Cirebon ada tahun 1528 M.

Para pembesar Cirebon selalu mengadakan musyawarah bertempat di Siti Hinggil Keraton Pakungwati seperti halnya Syech Maghribi, Syech Bentong, Syech Lemah Abang, Ki Gede Jati Merta, Ki Gede Mbat-mbat, Patih Suranenggala dan Dipati Awangga dari Kuningan.

Musyawarah membicarakan calon pengantin putra dalem Sunan Cirebon yang dilaksanakan di Siti Hinggil yang dihadiri oleh dua calon pengantin pria yakni Raden Bratalelana dan Raden Jayalelana, yang bakal menikah dengan Putri Dalem Sultan Demak, yakni Ratu Pulung dan Ratu Nyawa, kedua pasangan pengantin pria dari putra dalem cirebon sedangkan calon pengantin putri dari Kesultanan Demak. Dari kedua pasangan pengantin inilah yang bakal melatar belakangi cikal bakal sejarah Desa Palasah, tatkala Sunan Gunung Jati mengadakan riungan bebayaksa di Siti Hinggil bersama sang putra Bratadelana dan Jayalalana sang calon pengantin beserta Sunan Gunung Jati berkata kepada Mbah Kuwu Sangkan "rama uwa sri mangana ... Karena sudah waktunya kami akan bertolak ke Demak untuk pernikahan sang cucu, Raden Bratalelana dan Jayalelana hari ini persilahkan berangkat kecuali Pangeran Kuningan dan Patih Suranengala untuk tunggu di Keraton Pakungwati. 

Sunan Gunung Jati memberikan nasihat kepada kedua putranya "wahai putraku Raden Bratalelana dan Jayalelana, aku memberi ingat nanti kalau sudah berada di Demak hormatilah sang mertua mengabdilah yang patuh dan hati-hati yang benar laku lampah jangan sekali-kali engkau meninggalkan ibadah berbuat kebajikan, berbaiklah dengan kawan-kawanmu dan janganlah engkau membanyakan makan dan tidur,sungguh peganglah amanat orang tua sang putra dalam menerima dwuhnya Sunan Gunung Jati segera. Kanjeng Sunan bertolak ke Demak bersama kedua sang putra dan di iringi oleh pangagung dan pembesar Cirebon, dan juga para pengagung islam lainnya mereka serta turut ikut mengiring pengantin sambil membawa panglamar yang layak untuk di persembahkan kepada Sultan Demak.

Di kerajaan demak pada saat itu Sang Sinuhun Kanjeng Sultan Demak sedang mengadakan riungan bebayaksa di siti hinggil, yang di hadiri Patih Danureja dan Tumenggung Kertanegara berkata Sunan Demak "Wahai Patih Danureja dan Tumenggung Kertanegra karena pekan depan aku akan menikahkan putriku Ratu Pulung dan Ratu Nyawa sudah kagungan jodoh dengan putra mahkota Cirebon, maka sekarang umumkanlah kepada abdi dalem untuk mengadakan persiapan-persiapan penerimaan rombongan pengantin pria dari kerajaan Cirebon buatlah hiasan-hiasan yang indah dan sediakan tempat penginapan yang layak dan siapkan tatabuhan yang meriah dan adakan barisan upacara kebesaran yang lengkap, sediakan pula kendaraan untuk persiapan arak-arakan, hati-hati jangan sampai ada kekurangan sedikit pun. Kiyan patih berhatur sandika, lantas segera bertindak Ki Tumenggung lalu mengumumkan kepada abdi dalem Kesultanan Demak Ki Penghulu selamanya pangagung sudah siap bekerja, belandongan di hias warna-waii, gamelan, saketi, lokananta, pelog, salendro,dan blambang sunangan sudah bergemuruh menyambut calon pengantin putra dari Cirebon taklama kemudian datanglah rombongan pengantin pria di iringi oleh seluruh pembesar Cirebon diantaranya Syech Maghribi, Syech Majagung. Syech Lemah Abang, Ki Gedeng Bungko, Ki Gedeng Jati Merta, kakuwu cirebon dan para pembesar islam lainnya, semua lamaran di berahkan kepada sultan demak, acara perkawinan dilangsungkan pada malam jum'at.

Setelah pengantin di syahkan oleh Sultan Demak maka di adakan arak-arakan keliling alun-alun Demak dengan keramatnya Kanjeng Sunan Gunung Jati, arak-arakan pengantin tidak terasa berkeliling hingga datang di daerah pasundan tepatnya di Praja Talaga ,namun seluruh orang mengiringi merasa masih di alun-alun Demak padahal sudah ada di daerah alun-alun Kerajaan Talaga

Orang-orang Praja geger dan panik Ki Demang menghadang di depan arakan-arakan pengantin dengan suara lantang berbahasa sunda beliau "hal penganten saha eta........"muter-muter di dayeuh kami pang jajapna henteu umum, make upacara karajaan sagala. Nyieun kekacauan, ngagareuwahkeun Ki Gedeng Talaga . Ngawiwirang ka dayeuh kami, meunang idin ti saha....? (hal pengantin siapa.....bekeliling d. Alun-alun Talaga pengiringnya tidak wajar, memake! Upacara kerajaan segala, membuat kacau mengusik para pembesar Talaga, membuat onar di daerah kami, mendapat izin dari siapa.......?

Para pengiring arak-arakan pengantin dari Cirebon dan Demak tertegun heran, seketika bingung hatinya karena tanpa di sadari tahu-tahu perjalan sudah sampai di tanah pasundan ucapan Ki Demang Telaga yang berbahasa sunda tidak di mengerti oleh para pengiring arak-arakan pengantin dari Demak, sehingga tidak ada seorang pun yang menjawab lontaran-lontaran Ki Demang Talaga.

Seketika di hatinya gemuruh semangat giri gamana toya gamana perang di atas gunung oke, perang di dalam air pun oke pantang mundur demi mempertahankan harkat dan martabat praja talaga, dengan ilmu kedig jayaanya Ki Demang Talaga mengamuk bagaikan Singa perbangsa, mengobrak-abrik memporak porandakan barisan arak-arakan pengantin dari Demak dan Cirebon maka terjadilah huru hara pertempuran yang dahsyat, pertumpahan darah yang tiada tara

Melihat suasana yang geger dan kacau, Ki Tumenggung Kertanegara panglima tempur dari Demak maju ke medan yuda, dengan semangat yang berapi api menghadapi musuh tandingannya, pertempuran sengit dua pendekar sakti mendemonstrasikan ilmu kedigjayaan masing-masing. Tanding jurit baku hantam yang seru bercampur amareh yang membara, kemilau tajamnya keris dua kesatria menyambar-nyumbar mencari sasaran, ki tumenggung Kertanegara yang gesit memainkan senjata berhasil merobek perut Ki Demang Talaga, naas ki Demang Talaga beliau tak bisa bertempur lagi, gugur di medan jurit.

Pertempuran semakin hari semakin sengit, gemerincing suara senjata beradu tombak, cucuk, keris, panah menumpahkan darah dari kedua belah pihak, pertempuran antara sekutu islana dengan Praja Talaga sungguh berau dan menakutkan, sehingga banyak korban yang bergelimpangan, banyak anak-anak kehilangan ayah tercintanya, banyak istri-istri kehilangan suami, banyak teman kehilangan sobat karib tersayang, kehancuran kerusakan merupakan tumbal peperangan

Masyarakat menjadi resah dan gelisah, mendengar Ki Demang Talaga gugur di tangan Tumenggung Kerta negara, wadya balad dan masyarakat Talaga menjadi gundah gulana, melihat peristiwa yang kacau balau, putra mahkota Talaga Arya Salingsingan menjadi berang dengan langkah ksatria yang gagah berani, beliau keluar dari Keraton Talaga maju ke medan yuda, Arya Salingsingan mengamuk bagaikan banteng ketaton dengan pusaka yang disebut tombak ki cuntang barang yang menyala-nyala bagaikan api braja yang hawanya sangat panas, arya selingsingan putra mahkota talaga mampu mengobrak brik jajaran angkatan tempur demak, para serdadu Demak dan Cirebon terpukul mundur oleh putra dalem Talaga, tak ada seorangpun yang berani menandinginya.

Akibat dari peperangan yang meletus banyak sekali korban yang bergelimpangan, salah satu diantaranya ksatria yang sakti mandraguna dari Talaga adalah Ki Jaga Kerti. Beliau ikut serta memporak porandakan barisan angkatan perang Demak, namun kesaktian Ki Jaga Kerti di ratasi oleh takdir ilahi, beliau dikepung oleh pasukan Demak, diberondong dengan tombak cucuk, badannya dihujani senjata-senjata tajam, luka-luka ditubuhnya tidak dirasakan tetap saja beliau menunggang kuda sambal menghindari serangan musuh, ditengah perjalanan leher Ki Jaga Kerti terputus oleh senjata lawan, sehingga mastaka / kepala Ki Jaga Kerti terjatuh ketanah dan dikubur oleh masyarakat, sedangkan tubuhnya masih tetap menunggang kuda, baru bergelimpang setelah sampai di daerah Harendong. Jadi kuburan Ki Jaga Kerti antara kepala dan tubuh beliau terpisah dan berjauhan. kepalanya jatuh disekitar wilayah Praja Beusi sedangkan badannya di daerah Bongas.

Tidak hanya prajurit yang jadi korban pertempurna, masyarakatpun banyak yang binasa, gajah bertemur sama gajah pelanduk mati ditengah-tengah jerit tangis rintih kesakitan terdengar dimana-mana, bau amis darah korban peperangan tercium bau anyir membuat Bulu kuduk merinding ngeri, malam pun terasa sunyi seakan-akan ikut merasakan duka nestapa yang mendalam.

Peperangan ini menimbulkan kerusakan dan keresahan pada masyarakat Talaga, tidak sedikit masyarakat yang mengungsi kedaerah lain, menjauh dari arena pertempuran. Mereka mencari perlindungan keamanan dan keselamatan diri masing-masing. Salah satu dari mereka yang mengungsi adalah keluarga Buyut Royom, warga Talaga yang melarikan diri dari daerahnya menuju hutan rimba sebagai tempat evakuasi mencari keselamatan hidupnya di dalam hutan jati belantara yang masih perawan dan jarang terjamah oleh manusia, sunyi senyap namun tak murung, hutan yang sunyi menunjukan adanya kedamaian dan keamanan bagi penghuninya sehingga menjadi betah dan kerasan, belantara jati ini banyak juga ditumbuhi pohon palasah yang besar-besar yang menjadikan Ki Buyut Royom betah bernaung dibawah pohon ini, beliau merasa nya tinggal disitu, melupakan kampung Talaga Tempat tinggalnya dahulu.

Demi kelangsungan kehidupannya, Ki Royom berserta keluarga babad alas, membuka hutan untuk di jadilan tempat bercocok tanam, Ki Royom sekeluarga hidup sebagai petani ditengah-tengah hutan jati, perladangan ki royom makin hari makin bertambah luas, pegolahan tanah dilakukan dengan cara yang sederhana, dari keluarga kecil peladang ini secara kodrat, akhirnya melahirkan keturunan keturunan sehingga lama kelamaan menjadi keluarga besar dan banyak sanak familinya, kondisi itu tidak hanya statis dari keluarga Ki Royom saja, melainkan dari pendatang banyak yang hadir lantas menetap sebagai warga disana, akhirnya tempat persembunyian Ki Royom menjadi sebuah perkampungan dihuni oleh para peladang dan para petani, hal ini menunjukan sebuah panorama perkampungan yang damai dan tentram tanpa disadari bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah kekuasaan pemerintahan Praja Beusi, kendati pun pemerintahan Praja Beusi mengakui kekuasaan wilayah perkampungan baru ini, para penghuni perkampungan merasa senang dimana mereka bermukim diakui oleh dan di bawah pemerintahan Beusi.

Secara kebetulan putusnya leher Ki Jaga Kerti kestria dari Talaga dan dikuburkannya mastaka / Kepala Ki Jaga Kerti tepat diperkampungan Palasah dengan demikian orang menyebutnya dengan nama Buyut Mulu, artinya selalu dikabul cita-citanya ingin membahagiakan keturunannya lewat karomahnya, konon barang siapa yang kirim do'a menyebut nama beliau, maka malek mender bakal apa yang dicita-citakan nya akan dikabul. Masyarakat disekitar banyak yang berdo'a disini dan banyak yang terkabul kemauannya serta selalu lebih tak kurang sesuatu apapun. Kejadian menyerahnya Praja Talaga pada Kesultanan Cirebon sekitar tahun 1528 masehi.

Karena pohon palasah yang menjadi tempat pertama kalinya. Ki Royom berlindung maka tempat ini disebut oleh kanyekat dengan sebutan blok palasah. Sampai sekarang wilayah ini disebat desa palasah, sekitar tahun 1842 mesehi Desa Palasah melepaskan diri dari kekuasaan Praja Beusi dan membentuk pemerintahan sendiri dengan kepala desa yang pertama dijabat oleh Ki Sampet yang masih cucunya Buyut Royom.

Bagikan ke WhatsApp

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asal Usul Desa Palasah Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka"